Untuk kegunaan lain dari Sumba, lihat
Sumba.
Kabupaten Sumba Timur dibagi menjadi 22 kecamatan, yaitu:
[sunting]Batas wilayah
Kabupaten ini menempati bagian timur
Pulau Sumba dengan batas-batas sebagai berikut:
Selain itu kabupaten Sumba Timur juga meliputi empat pulau kecil di selatan, yakni Pulau Salura, Pulau Mengkudu, Pulau Kotak dan Pulau Nusa.
Kondisi topografi Sumba Timur secara umum datar (di daerah pesisir), landai sampai bergelombang (wilayah dataran rendah <100 meter) dan berbukit (pegunungan). Daerah dengan ketinggian di atas 1000 meter hanya sedikit di wilayah perbukitan dan gunung. Lahan pertanian terutama di dataran pantai utara yang memiliki cukup air di permukaan maupun sungai-sungai besar. Setidaknya terdapat 88 sungai dan mata air yang tidak kering di musim kemarau.
Rangkaian pegunungan dan bukit-bukit kapur curam yang menguasai wilayah bagian tengah dengan empat puncak: Mawunu, Kombapari, Watupatawang dan Wanggameti. Dataran rendah terdapat di sepanjang pesisir dengan bagian yang cukup luas di Tanjung Undu (pesisir paling barat). Kabupaten ini beriklim
tropis dengan
musim hujan yang relatif pendek dan
musim kemarau yang panjang (delapan bulan).
Suhu rata-rata adalah 22,5 derajat sampai 31,7
derajat Celsius. Musim hujan biasanya terjadi di bulan
Desember sampai
Maret untuk daerah pesisir dan
November sampai
April di daerah pedalaman. Jumlah curah hujan dalam setahun 1.860 milimeter, sehingga
daerah ini termasuk daerah beriklim kering.
Amplitudo suhu yang tinggi mengakibatkan batu-batuan menjadi lapuk, tanah merekah dan terjadi seleksi
alam terhadap tumbuhan dan hewan yang dapat hidup dalam kondisi demikian. Karena itu, jenis tumbuhan yang ada umumnya berupa tanaman keras seperti
jati,
kelapa dan
aren, sementara hewan peliharaan umumnya adalah
sapi,
kerbau dan
kuda yang telah menyesuaikan diri dengan keadaan alam Sumba yang berpadang
sabana luas.
Keadaan tanah di Sumba Timur mengandung pasir, kapur dan batu karang karena ratusan ribu tahun yang lalu daerah ini berada di bawah permukaan laut. Setelah zaman es berlalu, daratan ini muncul di atas permukaan laut, sehingga sering dijumpai berbagai jenis hewan laut seperti
kerang,
ikan dan tanaman laut yang telah menjadi
fosil di bukit-bukit karang. Rumput-rumput pun tumbuh di atas batu-batu karang.

Seorang gadis Sumba Timur dari golongan menengah (
kabisu) di tahun 1930
Jumlah Penduduk Kabupaten Sumba Timur (2002) adalah 190.214 jiwa atau dengan kepadatan rata-rata 27 jiwa/km². Kepadatan tertinggi di Kecamatan Waingapu, yaitu 1.049 jiwa/km², sedang kepadatan terendah ada di Kecamatan Haharu, yaitu 13 jiwa/km². Disamping orang Sumba Timur asli juga terdapat
orang Sabu, keturunan Tionghoa, Arab, Bugis, Jawa dan penduduk yang berasal dari daerah Nusa Tenggara Timur lainnya. Bahasa daerah yang digunakan adalah
Bahasa Sumba Kambera. Sebagian besar penduduk di kabupaten ini beragama
Protestan. Selebihnya adalah
Islam,
Hindu dan
Budha. Sekitar 39 persen lagi adalah beragama tradisional
Marapu. Meskipun keadaan tanahnya kurang subur, lebih dari separuh penduduk kabupaten Sumba Timur ini adalah
petani. Selain itu ada juga yang bekerja sebagai peternak, pegawai,
buruh,
nelayan dan lain-lain. Walaupun sektor pertanian menempati tempat pertama dalam pendapatan
regional, luas
sawah yang bisa digarap baru 11 persen dari luas tanah kabupaten seluruhnya. Penggarapan sawah ini dilakukan dengan cara
tradisional yang disebut
renca, yaitu pengerahan tenaga manusia dan kerbau dalam jumlah besar diatas tanah sawah yang akan ditanami. Kaki-kaki kerbau yang berjumlah puluhan ini digunakan sebagai pengganti bajak dan pekerjaan
renca ini diawali dan diakhiri dengan upacara keagamaan (
ritus). Kehidupan sehari-hari penduduknya pada dasarnya merupakan cerminan kehidupan agama tradisional mereka. Hal ini bisa dilihat saat mereka melaksanakan berbagai upacara
adat berkenaan dengan daur hidup seperti
upacarakelahiran (
habola), perkawinan (
lalei atau
mangoma) dan kematian (
pa taningu).
Perekonomian penduduk Sumba Timur ini sebagian besar adalah
pertanian, (termasuk
peternakan), industri rumah tangga (terutama kerajinan tekstil/tenun) serta
pariwisata.
Industri rumah tangga di Sumba Timur didominasi kerajinan kain
tenun ikat yang terdapat di hampir seluruh penjuru kabupaten. Kerajinan kain tenun ikat ini sudah terkenal sejak ratusan tahun. Ada dua kelompok pengrajin, yaitu yang menggantungkan seluruh penghasilannya pada pekerjaannya dan yang melakukannya hanya sebagai kerjaan sambilan. Seniman sambilan ini umumnya adalah mereka yang secara
sosial masih memiliki fungsi adat seperti kaum bangsawan (
maramba). Walaupun merupakan hasil sambilan, tenun jenis ini bermutu tinggi karena sebenarnya tenunan tersebut bukanlah barang dagangan, hanya sebagai koleksi atau digunakan dalam upacara adat. Ada beberapa daerah yang terkenal dengan kain tenunnya, seperti
DesaKaliuda yang terletak di Kecamatan Pahungalodu, Rindi dan Watuhadang yang terletak di kecamatan Rindiumalulu, Rambangaru yang terletak di kecamatan Pandawai dan Kelurahan Prailulu. Tenunan dari daerah ini bermutu tinggi karena dibuat dengan menggunakan ramuan tradisional dan membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya. Tidak jarang ada tenunan yang lama penyelesaiannya hingga tahunan, yang menyebabkan harga jualnya pun mencapai jutaan
rupiah, terutama yang berasal dari Rindi, Kaliuda dan
Kampung Pau.
Kerajinan tenun ini juga mendukung kegiatan pariwisata di kabupaten ini.
[sunting]Pertanian tanaman

Ekspor Sapi dari Sumba sekitar 1948
Sektor peternakan memiliki sejarah panjang dan cukup berbeda dari daerah lain di Indonesia, oleh sebab keadaan alam wilayah ini yang memiliki musim penghujan pendek dan padang rumput (
sabana) luas.
Sumba Timur terkenal sebagai pusat penangkaran dan perdagangan
kuda sejak abad ke-19.
Kuda sandel yang merupakan hasil perbaikan (
grading up) kuda lokal dengan
kuda Arab telah menjadi maskot daerah dan figurnya dimasukkan dalam lambang daerah.
Pada awal abad ke-20 (1906-1907) pemerintah
Hindia Belanda memasukkan empat
ras sapi ke Sumba,
sapi jawa,
sapi madura,
sapi bali dan
sapi ongole dari
India. Hanya yang terakhir yang diketahui bisa beradaptasi dengan baik dan segera menjadi komoditi peternakan unggulan, menggeser kuda.
[2] Tujuh tahun sejak introduksi, pemerintah menetapkan Sumba sebagai pusat penangkaran sapi ongole murni dan sejak itu biakannya dikenal sebagai ras
SO (
Sumba Ongole) dan ini berlangsung hingga sekarang.
Pantai Kalala, Tarimbang, Purukambera dan Walakiri sudah mendunia dan dikenal sebagai tempat berselancar yang indah. Sisa-sisa kebudayaan megalitik berupa kubur batu dan rumah-rumah adat asli yang sering menjadi tempat pelaksanaan upacara adat penguburan jenazah bangsawan menarik minat para wisatawan. Wisata alam dapat dilakukan di Taman Nasional Laiwangi Wanggameti.
[3]
Tempat wisata populer lainnya adalah Londa Lima, Watuparunu dan Purukambera.
- ^ "Perpres No. 6 Tahun 2011". 17 Februari 2011. Diakses pada 23 Mei 2011.
- ^ Artikel "Seabad Sapi Ongole di Sumba Timur" dari arsip Kompas Online edisi 29 Oktober 2005, laporan Cokorda Yudistira
- ^ Artikel tentang "Kabupaten Sumba Timur" di laman Kompas Online edisi 3 Mei 2002, dari Litbang Kompas (diambil dari cache google)